Keberagaman Jadi Kekuatan Kota Padang pada Usia 356 Tahun

33 hit
Keberagaman Jadi Kekuatan Kota Padang pada Usia 356 Tahun

Nanda Satria, S.IP

Wakil Ketua DPRD Provinsi Sumatera Barat

Sebagai Ibu kota Provinsi Sumatera Barat, Kota Padang dikenal sebagai pintu masuk ke Ranah Minang, tempat di mana Rendang, Rumah Gadang, dan keindahan alam khas Minangkabau berada.

Selama ratusan tahun juga Padang telah menjadi bagian penting dalam perkembangan peradaban Minangkabau.

Sejak masa kolonial, Padang menjadi kota penting di Pesisir Barat Sumatera. Kota sibuk yang kemudian menjadi sejarah panjang pertemuan antar bangsa.

Membuat Padang juga memiliki pengaruh Arab, India, Tionghoa, Eropa yang terekam dalam jejak arsitektur, kuliner, dan jaringan perdagangan.

Sejarah mencatat, sebagai kota pelabuhan, Padang adalah kota yang mempertemukan berbagai bangsa dan budaya.

Yang mana, dari proses interaksi yang panjang ini kemudian muncul kesadaran akan keberagaman yang menjadikan Padang sebagai kota toleran yang inklusif bagi semua orang.

Artinya, ratusan tahun Padang menjadi tempat yang terbuka bagi semua kalangan, keberagaman identitas, dan budaya. Dan yang paling penting adalah bagaimana menciptakan keberagaman yang berkeadilan.

Sejak abad ke-17 dan 18, Padang telah menjadi titik temu pedagang dari Arab, India, Tionghoa, Eropa, dan berbagai wilayah di Nusantara.

Kita dapat melihat jejak interaksi multikultural tersebut dari berdirinya kelenteng tua Vihara Buddha Warman yang menandakan kehadiran komunitas Tionghoa.

Serta komunitas India Muslim dan Pedagang Arab yang berpengaruh dalam penyebaran Islam di Ranah Minang dengan berdirinya masjid-masjid, perdagangan kain dan rempah.

Juga jejak arsitektur eropa yang kerap kita temui berdiri berdampingan dengan rumah tradisional Minangkabau.

Selain jejak kultural dan spiritual, Padang masa lampau juga merupakan tempat terjadinya dialektika pemikiran ideologis.

Beragam gagasan kebangsaan lahir mulai dari nasionalis, islamis, sosialis, dan lainnya yang lahir dari tokoh-tokoh pergerakan yang pernah bersekolah di Padang, seperti Bapak Proklamasi Bung Hatta, M. Natsir. dan Bagindo Aziz Chan.

Hal ini membuktikan peran strategis kota ini sebagai pusat intelektual, gerakan sosial, dan kebudayaan.

Selama ini konservatisme adat dan agama kerap dianggap sebagai penghambat perkembangan zaman dan modernisme.

Akan tetapi hal tersebut tidak berlaku di sini, karena Padang adalah tempat di mana keberagaman dirayakan sambil tetap berpijak pada nilai-nilai tradisional yang inklusif.

Hal ini tidak lepas dari falsafah Minang "alam takambang jadi guru". Paham ini mengajarkan kita bahwa kehidupan selalu menjadi ruang belajar yang dinamis dan terbuka.

Alih-alih terjebak dalam konservatisme, agama dan adat harus ditafsirkan sebagai nilai-nilai yang inklusif dan egaliter.

Tidak menjadi dogma yang tertutup, tetapi hadir sebagai kerangka etika masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, kesetaraan, dan keberagaman.

Bagaimana lembaga adat, ulama, masyarakat dan pemerintah bersinergi memastikan nilai-nilai lokal bisa hidup berdampingan dengan hak-hak asasi manusia.

Sehingga keberagaman dan perbedaan tidak hanya ditoleransi, akan tetapi dapat dirayakan bersama-sama.

Pada 7 Agustus hari ini, Padang merayakan Hari Jadi Kota (HJK) yang ke-356. Ini akan menjadi momen pengingat bagi kita semua akan sejarah panjang kehidupan keberagaman kota ini.

Merawat ingatan akan sejarah panjang kota ini menjadi tantangan bagi kita. Kita harus memastikan bahwa ruang-ruang publik terbuka bagi semua kalangan baik itu pemuda, perempuan, penyandang disabilitas, hingga kelompok minoritas semua berhak menjadi bagian dalam kota ini.

Hal ini adalah tanggung jawab bagi semua pihak baik itu dari pemerintahan, masyarakat sipil, warga kota bagaimana terus melanjutkan arah peradaban yang tidak meninggalkan tradisi.

Tapi juga tidak alergi terhadap kebaruan yang menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi antar sesama. Perbedaan dan keberagaman adalah kekayaan dan kekuatan yang dimiliki Kota Padang.

Dengan sejarah panjang yang kita miliki, kita harus berani menatap masa depan Padang bertransformasi menjadi kota kosmopolitan, yaitu sebuah pusat budaya, ekonomi, dan gagasan yang berakar pada nilai lokal namun terbuka terhadap keberagaman dan inovasi global.

Kota kosmopolitan tidak selalu soal banyaknya gedung pencakar langit, akan tetapi sejauh mana kota ini menjadi ruang hidup yang adil, terbuka, dan manusiawi dengan perbedaan dan keberagaman menjadi kekayaan dan kekuatan dari kota tersebut. (*)

Komentar