>

Atas kondisi demikian, ia pun memutar otak agar bisnis kue yang telah dijalani tersebut bisa bertahan dan berlanjut. Ia pun mengalihkan varian kue dari cokelat praline ke brownies.

“Saya pun belajar dari tabloid untuk membuat brownies ini. Dan ternyata tidak mudah. Jatuh bangun, rasa pun belum pas dan mendapat komplain dari pelanggan. Hingga akhirnya mendapatkan rasa brownies yang sesuai dengan selera,” kenangnya.

Bagi Pipih ketika membuat suatu produk makanan yang dipikirkan pertama yakni merek dan packaging atau kemasan. Packaging itu yang utama sekali. Jika packaging bagus akan mampu meningkatkan citra bisnis.

“Untuk packaging brownies yang saya buat menggunakan bahan kotak mika. Bahan kemasan tersebut susah saya temukan di Kota Padang dan akhirnya didapatkan di Kota Bukittinggi,” sebutnya.

Berkat dorongan dari mertua, awalnya hanya dengan cara menitip di toko kue dan swalayan, akhirnya ia memberanikan diri membuka toko kue di rumah mertua kawasan Lapai Kota Padang. Ruangan toko dengan hanya sebesar ukuran kamar dimanfaatkan untuk menerima pelanggan yang ingin pesan brownies.

Semakin banyak peminat, bisnis kuenya ini pindah dari rumah mertua kawasan Lapai ke Jalan Kelapa Gading I No 10 Lolong Belanti, Kelurahan Ulakkarang Selatan sejak 13 tahun lalu. Ia pun semakin semangat dalam mempelajari resep. Kemampuannya terus berkembang seiring dengan tingginya semangat untuk terus belajar.

Tidak langsung bisa, dalam praktiknya. Trial dan error sering terjadi dalam percobaan pembuatan resep baru. Jatah gagal sudah habis, hingga mencapai keberhasilan produksi kue dengan rasa lezat dan tekstur sesuai keinginan. next