Memudarnya Tradisi Permainan Anak Nagari di Minangkabau

26 hit
Memudarnya Tradisi Permainan Anak Nagari di Minangkabau

Khairunnisa Nabila

Mahasiswa Sastra Minangkabau Universitas Andalas

Di balik pesatnya kemajuan teknologi sekarang ini, kini satu demi satu warisan budaya mulai tersisih dari keseharian kita. Salah satu yang paling terasa di ranah Minangkabau adalah memudarnya tradisi permainan anak nagari, permainan yang dulunya begitu melekat dalam kehidupan anak-anak, kini perlahan terlupakan.

Minangkabau memiliki sangat banyak permainan anak nagari yang tidak kalah serunya untuk dimainkan, Anak-anak di minangkabau yang dulunya menghabiskan waktu sore dengan bermain bersama teman teman di luar rumah kini lebih memilih bermain dan menghabiskan waktu luangnya dengan gadget atau permainan digital lainnya.

Hal ini menyebabkan hilangnya kesempatan bagi mereka untuk belajar nilai-nilai sosial, kreativitas, dan pelestarian budaya lokal, jika di fikir fikir adanya rasa rindu pada masa itu dimana kita bermain dan belajar dari alam, seperti pepatah minangkabau "alam takambang jadi guru".

Ungkapan ini mencerminkan pandangan hidup masyarakat Minangkabau yang menjadikan alam sebagai sumber pengetahuan, pendidikan, dan pembelajaran kehidupan. Semua yang ada di alam seperti, kayu, batu, rotan dan tali bisa dijadikan permainan anak nagari.

Berikut beberapa contoh permainan anak nagari di Minangkabau pada zaman dahulu pertama yaitu "Congkak" permainan ini merupakan Permainan menggunakan papan panjang dengan lubang-lubang kecil ini dimainkan dengan memindahkan biji atau kerang.

Permainan ini membutuhkan 2 pemain. Selain unik, permainan ini juga mengajarkan kejujuran, kesabaran dan konsentrasi pemainnya. Selanjutnya permainan "Maelo Upia" upia ini berasal dari daun pinang yang telah tua dan telah gugur dari batangnya.

Biasanya permainan ini dijadikan salah satu perlombaan, anak anak di bagi menjadi beberepa kelompok masing masing kelompok memiliki 2 anggota, satu orang sebagai penarik upia, dan satu lagi menjadi penumpang di upia tersebut, permainan "Kotak Rok".

Permainan ini dimainkan dengan membuat sketsa berbentuk rok pada tanah menggunakan ranting kayu, permainan nya menggunakan serpihan atau pecahan keramik nantinya pemain akan berlompat di sketsa tersebut tidak boleh mengenakan garis yang di gambar, yang terakhir permainan yang juga sering anak anak zaman dahulu mainankan adalah "Kuciang-Kuciang".

Permainan yang menggunakan bola tenis dan biji kerang yang terdapat pada permainan congklak tadi, permainan ini menguji ketepatan serta kecepatan tangan dalam menangkap bola yang hanya berlambung beberapa saat dan konsentrasi pemain dalam mengambil biji sambil melemparkan bola ke udara.

Yang terakhir yaitu permainan lompat tali Permainan yang melibatkan dua orang memutar tali elastis sementara pemain lainnya melompat melewatinya. Aktivitas ini melatih kelincahan dan keseimbangan tubuh.

Jika di lihat perbandingan dengan permainan anak zaman sekarang yang sama sama bisa kita lihat dan rasakan tempat bermain anak zaman dulu bermain di luar rumah atau alam yang terbuka.

Sedangkan anak sekarang sebagian besar mereka telah sibuk menghabiskan waktu bermain gadged pribadinya di dalam rumah yang sekarang sebagian besar beberapa rumah telah memiliki jaringan internet nya sendiri.

Dengan canggihnya teknologi sekarang mereka bisa saja memainkan permainan online yang mereka inginkan di gadged miliknya itu, dengan ini sangat berdampak pada interasi sosial mereka zaman dulu karena seringnya melakukan aktivitas di luar rumah terjalinnya interaksi langsung sesama mereka.

Ini berbanding terbalik pada zaman sekarang kebanyakan dari mereka telah sibuk sendiri atau terkadang dilakukan dengan interaksi virtual.

Selain dari pada itu aktivitas fisik pada anak juga menjadi perbandingan, karena banyaknya permainan anak nagari dahulu mereka melakukan aktivitas fisik seperti berlari, melompat, dan bergerak aktif, sedangkan anak zaman sekarang mirisnya aktivitas mereka sangat rendah lebih banyak duduk bermain gadged hingga menimbulkan rasa malas.

Sangat disayangakan generasi zaman sekarang telah terlena oleh perkembangan zaman tidak ada anak yang tidak mengerti dengan penggunaan gadged, bermain gadged juga akan berdampak buruk jika penggunaannya berlebihan seperti lupa waktu, lupa menjaga diri, otak yang tidak mau berfikir, dan bahkan sampai ia tidak tertarik lagi dalam melestarikan permainan anak nagari yang semestinya harus di lestarikan oleh generasi muda sekarang ini

Upaya untuk melestarikan permainan anak nagari di Minangkabau ini menjadi semakin penting di kalangan sekarang. Seperti dengan mengadakan festival budaya, mengintegrasikan permainan tradisional menjadi perlombaan, memanfaatkan media untuk promosi, atau dikemas ulang menjadi bagian dari kegiatan ekstrakurikuler di sekolah-sekolah.

Dengan ini peran aktif sekumpulan masyarakat seperti pemuda pemudi dalam mengenalkan warisan budaya ini adalah langkah-langkah yang perlu terus dilakukan. Bukan sekadar nostalgia, tetapi sebagai strategi kebudayaan untuk membangun generasi yang kuat akar budayanya sekaligus mampu menghadapi tantangan zaman modern.

Namun dari sisi lain kita juga tidak dapat pungkiri kecangkihan teknologi yang ada sekarang, penting juga untuk membekali anak-anak dengan literasi digital yang baik agar mereka dapat memanfaatkan teknologi secara positif dan bertanggung jawab.

Pengawasan dan pendampingan orang tua dalam memilih dan membatasi waktu bermain game digital sangat diperlukan disini.

Masa depan permainan anak-anak di Minangkabau mungkin terletak pada kemampuan kita untuk merajut kembali nilai-nilai luhur dari permainan tradisional dengan potensi yang ditawarkan oleh teknologi.

Bukan berarti kita harus memilih salah satu, tetapi bagaimana kita dapat menciptakan harmoni di antara keduanya, sehingga anak-anak di Minangkabau tetap memiliki akar budaya yang kuat namun tetap adaptif dengan perkembangan zaman.

Dengan demikian, tawa riang anak-anak tidak hanya akan terdengar dari balik layar gawai, tetapi juga dari lapangan-lapangan tempat mereka belajar dan bermain bersama, mewarisi kekayaan budaya Minangkabau yang tak ternilai harganya. (*)

Komentar