Bank Sampah Sahabat Alam Bukti Keberhasilan CSR Pertamina

Metro- 30-10-2023 21:28
Kunjungan dari Pertamina DPPU Sultan Iskandar Muda Aceh di Kampung Apar Innovation Center (KAIC) Kota Pariaman, belum lama ini. KAIC tersebut merupakan pengembangan dari Bank Sampah Sahabat Alam. (Dok : Istimewa)
Kunjungan dari Pertamina DPPU Sultan Iskandar Muda Aceh di Kampung Apar Innovation Center (KAIC) Kota Pariaman, belum lama ini. KAIC tersebut merupakan pengembangan dari Bank Sampah Sahabat Alam. (Dok : Istimewa)

Pariaman, Arunala.com - Kota Pariaman memiliki desa yang fokus dalam wisata pendidikan bernama Desa Apar. Desa di Kecamatan Pariaman Selatan ini punya pengelolaan sampah terpadu yang bernama Bank Sampah Sahabat Alam (BSSA). Seperti apa bank sampah mitra binaancorporate social responsibility(CSR) PT Pertamina Patra Niaga Marketing Operation Region (MOR) I Terminal Depo Pengisian Pesawat Udara (DPPU) Minangkabau ini?

DESAKampung Apar merupakan salah satu kawasan permukiman padat penduduk di Kota Pariaman. Kondisi yang padat penduduk adanya masalah lingkungan, dimana tidak terkelolanya dengan baik sampah-sampah dapur rumah tangga di sekitar Desa Kampung Apar. Maka sampah dapur rumah tangga banyak bertumpuk di tempat pembuangan sampah.

Sampah yang bertumpuk di tempat pembuangan sampah, menimbulkan bau yang tidak enak di sekitar lingkungan desa kampung apar. Sampah yang menumpuk di tempat pembuangan sampah 400 kg/hari.

Baca Juga

Berangkat dari problematika tersebut, pegiat lingkungan Ekho Kurniawan mengaktifkan kembali bank sampah yang pernah berdiri di desa ini. Ia pun mengajak ibu-ibu Dasawisma Melati 1 Desa Kampung Apar mendirikan Bank Sampah Sahabat Alam pada Oktober 2020.

Kehadiran Bank Sampah Sahabat Alam itu untuk mengubah mindset dan kebiasaan masyarakat agar semakin sadar dan peduli terkait permasalahan sampah. "Sekaligus meningkatkan keterampilan pengolahan sampah agar mampu meningkatkan nilai ekonomis untuk menambah pemasukan keuangan masyarakat sekitar," kata Pembina Bank Sampah Sahabat Alam Ekho Kurniawan, kepada Arunala.com , Rabu (25/10).

Diketahui, bank sampah itu adalah fasilitas untuk mengelola sampah dengan prinsip reduce, reuse dan recycle. Fungsi bank sampah tersebut sebagai sarana edukasi, perubahan perilaku dalam pengelolaan sampah dan pelaksanaan ekosistem sirkular, yang dibentuk oleh masyarakat, badan usaha atau pemerintah daerah.

Ekho menyebutkan Bank Sampah Sahabat Alam dikelola empat orang. Terdiri satu pembina, satu direktur dan dua bagian administrasi. Kemudian dibantu oleh petugas pemungut sampah. "Dimana saya selaku pembina dan Rasmiwati sebagai direktur," ucap alumni S-1 Teknik Lingkungan Universitas Andalas ini.

Pengelolaan sampah di Bank Sampah Sahabat Alam itu dibagi atas dua. Yakni sampah organik dan sampah anorganik. Kegiatan bank sampah dilakukan dengan kegiatan pemilahan sampah anorganik seperti botol bekas, kardus bekas, dan sampah sisa rumah tangga lain. Sampah itu dikumpulkan masyarakat desa ke Bank Sampah Sahabat Alam.

"Kami pun juga memberikan layanan antar jemput sampah ke rumah-rumah masyarakat menggunakan kendaraan operasional berupa becak motor. Hal ini tentunya memudahkan masyarakat dengan tidak harus datang sendiri ke Bank Sampah Sahabat Alam," ungkap Ekho.

Ia menjelaskan sampah yang telah dipilah masyarakat atau dikumpulkan melalui petugas ke bank sampah mempunyai nilai ekonomis. Contoh botol plastik, kertas, karton dan kardus. Ketika dijual ke industri memiliki nilai jual. Rata-rata sampah anorganik yang dikumpulkan yakni 62,65 kg untuk sampah plastik, 47 kg sampah kardus dan 0,5 kg sampah alumunium.

"Sampah yang telah dikumpulkan ditimbang per masing-masing jenisnya. Nanti akan dilihatnya nilainya. Untuk nilai tersebut tergantung pada harga sampah di pengumpul," sebut Ekho.

Sistem Bank Sampah menggunakan skema menabung. Berbeda dengan pengepul rongsokan yang langsung memberikan uang tunai kepada masyarakat sebagai imbal hasil sampah yang disetorkan.

"Meski ada masyarakat enggan uang itu ditabung, kita di BSSA memiliki program tukar sampah dengan emas. Jadi uang yang sudah ditabung akan dibelikan ke emas antam. Pasalnya, nasabah bank ini umumnya ibu-ibu," ungkapnya.

Biokonversi oleh Larva BSF

Bagaimana dengan pengelolaan sampah organik? Untuk sampah organik di Bank Sampah Sahabat Alam berupa pengomposan yang menggunakan teknologi biokonversi oleh larva black soldier fly (BSF). Biokonversi maggot BSF merupakan proses transformasi, merombak (dekomposisi), dan menghancurkan (degradasi) nutrien yang tersimpan dalam sampah organik untuk dijadikan protein jenis baru dengan melibatkan larva BSF (Hermetia illucense).

BSF sendiri, tutur Ekho, lalat berwarna hitam, bagian segmen basal abdomen transparan, memiliki panjang 15-20 mm. Pada lalat dewasa tidak memiliki mulut yang fungsional. Lalat dewasa hanya beraktivitas untuk kawin dan bereproduksi sepanjang hidupnya.

"BSF ini bukan hama dan tidak membawa penyakit. BSF ramah terhadap manusia dan tidak menggigit. Serta aktif pada pukul 10.00-12.00 dengan cuaca cerah," ungkap alumni Universitas Andalas ini.

Ia menjelaskan BSF betina memerlukan waktu 20-20 menit bertelur dengan jumlah 546-1.505 telur. Berat telur berkisar 0,026-0,030 mg dengan waktu puncak bertelur pukul 14.00-15.00. "Lalat betina bertelur hanya sekali semasa hidupnya. Telur menetas 2-3 hari pada suhu 30-32 derajat celcius," sebut Ekho.

Maggot BSF, ungkap Ekho, merupakan bentuk larva dari lalat BSF. Mulut larva BSF mampu menghancurkan limbah. Selanjutnya mampu mencerna senyawa organik sebelum senyawa organik tersebut sempat membusuk, sehingga langsung menghilangkan bau limbah.

"Sistem pencernaan larva hanya menyisakan sebagian kecil dari berat dan volume limbah aslinya," ujarnya.

Ia mengatakan kemampuan larva memakan sampah organik karena adanya bakteri selulotik dalam ususnya yang menghasilkan enzim selulase yang berperan dalam hidrolisis selulosa. "Untuk 1 kilogram larva BSF mampu mengurai 1 kilogram sampah organik," tegas Ekho.

Umumnya kegiatan BSF sendiri merupakan kegiatan biokonversi sampah organik oleh maggot BSF di Bank Sampah Sahabat Alam. "Sampah organik didapatkan dari nasabah bank sampah yang menyetor sampah organik. Kemudian sampah organik akan dicacah menjadi kecil agar saat mengolah lebih mudah dan meminimalisir bau," ucapnya.

Keunggulan dari bioteknologi maggot BSF ini yakni komposting lebih cepat yaitu 10-12 hari, emisi gas rumah kaca 47 lebih rendah dibanding metoda komposting lain. Kemudian bisa menonaktifkan bakteri penyebar penyakit.

"Menghasilkan produk yang bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak atau hewan peliharaan, mampu mereduksi sampah organik 66-79 persen dan membutuhkan investasi yang lebih murah dengan nilai ekonomi dari produk yang cukup tinggi," papar Ekho.

Fasilitas budidaya maggot BSF dimiliki Bank Sampah Sahabat Alam. Yakni pencacah sampah. Sebelum sampah diolah, diperlukan pemotongan sampah menjadi ukuran lebih kecil. Salah satu alat yang digunakan untuk memotong sampah menjadi ukuran yang lebih kecil adalah pencacah sampah.

Kendaraan pengangkut sampah. Volume sampah yang dihasilkan masyarakat Kampung Apar cukup besar. Petugas akan berkeliling menjemput sampah dari setiap nasabah Bank Sampah Sahabat Alam dan menukarkannya dengan sayur segar.

"Maka dari itu, dibutuhkan kendaraan pengangkut untuk mengambil dan membawa sampah-sampah tersebut ke bank sampah, untuk kemudian diolah," tuturnya.

Kendaraan pengangkut sampah ini, sebut Ekho, juga memudahkan pemilahan, karena dibagi dalam dua kompartemen. Dua kompartemen itu adalah kompartemen sampah organik dan sampah anorganik. "Setelah sampai di bank sampah, petugas bank sampah tidak perlu memilah sampah lagi, cukup mengambil dari masing-masing kompartemen saja," ucapnya.

Selanjutnya kandang maggot BSF. Untuk pembudidayaan maggot BSF, diperlukan kandang terkontrol lalat BSF. Selain itu, diperlukan media untuk mengembangbiakkan larva maggot BSF dari telurnya.

"Ruang bank sampah. Dengan besarnya jumlah sampah yang diolah di Bank Sampah Sahabat Alam, memiliki ruangan khusus untuk tempat penyimpanan dan pengolahan sampah tersebut, agar tidak menjadi timbulan limbah tidak terurus," sebutnya.

Ia menuturkan sampah organik seperti sampah dapur (buah dan sayur) diolah di unit waste material recovery center (WMRC) milik Bank Sampah Sahabat Alam. "Sampah organik yang telah diolah akan dijadikan pakan larva maggot BSF. Proses budidaya dilakukan di kandang khusus yang didesain untuk tempat budidaya maggot," ungkapnya.

Produk BSSA dari sampah organik ini berupa larva BSF. Larva BSF yang dihasilkan dari Bank Sampah Sahabat Alam telah diuji di laboratorium di Saraswanti Indo Genetech (SIG) Bogor dengan terstandar Standar Nasional Indonesia (SNI). Hasil uji kandungan nutrisi maggot BSF Bank Sampah Sahabat Alam, protein yang didapatkan 40,92 persen.

Kemudian karbohidrat 27,76 persen, kadar air 2,54 persen dan lemak total 11,17 persen."Dan hasil pengujian laboratorium ini sudah ada sertifikatnya," papar Ekho.

Ia menyebutkan dengan kadar protein yang tinggi tersebut, larva BSF memiliki banyak manfaat. Bisa untuk pakan ternak, pakan ikan dan lainnya. "Larva ini diolah lagi menjadi maggot kering dengan harganya Rp 100 ribu per kg kita jual," ucapnya seraya menyebutkan maggot kering ini telah dikemas dengan merek larvaeco.

Karakteristik dari sampah organik yang dihasilkan dari rumah tangga adalah 60 persen dapat dimanfaatkan atau diolah dengan menggunakan bantuan maggot BSF. Dengan sedikit perlakuan rekayasa, maka budidaya maggot ini akan mampu menghadirkan sustainable protein untuk usaha peternakan.

"Hasil lain selain maggot adalah kasgot yang juga bisa dimanfaatkan menjadi kompos untuk kegiatan pertanian. Berupa kompos cair dan kompos padat dengan merek KAPA Kompos. Untuk kompos padat ini sudah terstandar dan sudah organik," tuturnya seraya mengatakan keberadaan produk BSF ini mendorong terciptanya kemitraan dengan petani dan peternak di Pariaman berupa pemanfaatan pupuk dan maggot BSF.

Ia mengatakan pengelolaan terpadu Bank Sampah Sahabat Alam ini mendapatkan bantuan dari CSR PT Pertamina Patra Niaga Marketing Operation Region (MOR) I Terminal Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU) Minangkabau. CSR yang disalurkan itu selama empat tahun berturut-turut.

"Sudah tiga tahap senilai Rp 300 juta bantuan CSR tersebut. Bantuan itu kita pergunakan untuk pembuatan bank sampah, mesin pengolah sampah, tempat budidaya maggot, green house melon serta sejumlah sarana pendukung lainnya," ujar putra kelahiran 7 Maret 1991.

Dari bantuan CSR dan pembinaan dari Pertamina Terminal DPPU Minangkabau, Ia mengungkapkan sampah organik yang sudah dikelola BSSA sebanyak 815 kg per tahun dan dihasilkan maggot BSF segar sebanyak 9 kg.

Kemudian pupuk organik cair sebanyak 200 liter dan pupuk organik padat yang dihasilkan sebanyak 50 kg. Hal ini terjadi karena adanya biokonversi sampah organik dengan bantuan magot BSF. "Program ini juga mampu mengurangi emisi CO2 dan CH4 yang akan terlepas ke udara," sebutnya.

Ia mengatakan tak hanya sekadar mengelola dan mengolah sampah saja. Bank Sampah Sahabat Alam juga melakukan pemberdayaan kepada masyarakat Desa Kampung Apar terutama ibu-ibu dan pemuda desa.

"Mereka diberdayakan dalam proses budidaya maggot ini. Manfaat yang dirasakan adalah masyarakat sudah mampu mengembangkan secara mandiri dengan hasil rumahan atau untuk memenuhi kebutuhan sendiri yakni maggot BSF. Muaranya adalah pupuk cair bisa dipenuhi untuk kebutuhan sendiri," ungkap Ekho.

Pemberdayaan Masyarakat

Selain budidaya maggot dan eco-enzyme, sebut Ekho, Bank Sampah Sahabat Alam juga mempunyai beberapa program dan kegiatan. Yaitu ada Sedekah Hijau, Sampah Emas, Sedekah Jelantah dan Sampah Dapur Jadi Sayur.

"Untuk Program Sedekah Hijau, masyarakat dapat memilah dan mengumpulkan sampah anorganik yang bernilai untuk disedekahkan dalam bentuk uang dan makanan," jelasnya.

Program Sampah Emas, tutur Ekho, masyarakat menabung sampah anorganik yang sudah dipilah dan bernilai jual untuk ditukarkan dengan emas sesuai dengan jumlah sampah yang disetorkan. "Seharusnya tabungan dalam bentuk uang, kami inovasikan dengan emas antam. Apalagi nasabah bank ini umumnya kaum ibu-ibu," ucapnya.

Program Sedekah Jelantah adalah masyarakat mengumpulkan minyak jelantah yang tidak dipakai lagi, dan diserahkan ke Bank Sampah Sahabat Alam untuk dikelola dan nantinya ke depan akan diolah menjadi Biodiesel.

"Bedanya dengan bank sampah adalah imbal hasil yang didapat dari pengumpulan sampah tidak akan diberikan kepada masyarakat yang mengumpulkan sampahnya melainkan disalurkan untuk beasiswa pendidikan anak-anak sekitar yang membutuhkan," ungkap Ekho.

Kemudian program Sampah Dapur jadi Sayur. Sesuai judulnya masyarakat dapat menukarkan sampah organik yang berasal dari rumah tangga atau industri untuk ditukarkan dengan sayuran baru.

"Program ini mendorong masyarakat agar memiliki inisiatif untuk memilah dan mengumpulkan sampah dari rumah. Sampah yang dipilah adalah sampah organik yang berasal dari sampah dapur, maupun sampah anorganik. Dari kedua jenis sampah ini dipisahkan dalam wadah yang berbeda," tuturnya.

Petugas dari bank sampah akan menjemput sampah-sampah tersebut, yang kemudian akan ditukar dengan sayur segar. Sayur segar ini merupakan salah satu bentuk apresiasi kepada masyarakat yang sudah mau memilah sampah baik organik maupun anorganik.

"Dengan harapan ke depannya masyarakat akan terus memilah sampah yang selanjutnya akan diolah kembali sehingga menurunkan limbah dan meningkatkan nilai manfaat sampah," harap Ekho seraya mengatakan ketika sayur sudah siap panen, kemudian akan diberikan kepada warga sekitar sesuai dengan jumlah sampah organik yang disetorkan kepada pengurus.

Ada pun program-program dari Bank Sampah Sahabat Alam mulai dari penciptaan nilai tambah dari sampah makanan yang diolah menjadi pupuk basah dan pupuk kering, penciptaan nilai tambah dari sampah daur ulang, penciptaan nilai tambah dari sampah residu. "Keseluruhan program ini memberdayakan masyarakat sekitar pada proses pelaksanaannya," ungkapnya.

Melalui program pengelolaan sampah dengan serangkaian kegiatan pemberdayaannya mampu untuk memantik dan merajut interaksi dan kebersamaan antarmasyarakat khususnya di Desa Kampung Apar. Peserta sosialisasi dan pelatihan yang bukan hanya dikhususkan untuk ibu-ibu PKK melainkan terbuka untuk umum menunjukkan bahwa kegiatan pemberdayaan ini bersifat inklusif dengan tidak mengeksklusi siapapun.

Selain jalinan hubungan antar anggota, melalui serangkaian kegiatan yang diselenggarakan Bank Sampah Sahabat Alam mampu menambah relasi dengan pihak luar dari setiap agenda kunjungan di Bank Sampah Sahabat Alam. Jalinan relasi yang terbentuk di antaranya dengan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Barat, Bank Sampah Nagari Simalunggung Kabupaten Limapuluh Kota.

Kemudian Universitas Andalas, Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Sumatera Barat, Politeknik Kelautan dan Perikanan (Poltek KP) Pariaman, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (Stikes) Syedza Saintika Padang, dan Sekolah Tinggi Teknologi Industri (STTIND) Padang. Kemudian mendapatkan kunjungan dari Komisi IV DPR RI, Pertamina DPPU Sultan Iskandar Muda Aceh dan Persatuan Patra Wanita (PWP) Pertamina Area Sumbar. Dan narasumber Project Penguatan Profil Pelajar Pancasila di SMAN 3 Kota Pariaman.

"Jalinan relasi yang terbentuk bisa dimanfaatkan sebagai sarana berbagi ilmu dan pengetahuan guna menambah wawasan dan keterampilan anggota Bank Sampah Sahabat Alam," harap Ekho.

Dari sisi kebutuhan sosial, inovasi Bank Sampah Sahabat Alam mampu menjawab permasalahan pada 10 titik sampah liar di Kampung Apar. Kemudian bertambahnya penghasilan kelompok sebesar Rp 430.000/bulan berimplikasi pada peningkatan kesejahteraan ekonomi.

Ekho menyebutkan dengan pengelolaan terpadu dalam pengolahan sampah, Bank Sampah Sahabat Alam telah berhasil menorehkan berbagai prestasi. "Yaitu Juara 1 PKK Tingkat Kota se-Sumatera Barat dan menjadi kandidat Proper Emas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mitra Pertamina DPPU Minangkabau," papar Ekho.

Kampung Apar Innovation Center

Keberlanjutan program inovasi yang ada di Kampung Apar diarahkan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs). Sustainability compass atau arah keberlanjutan merupakan alat untuk mengarahkan orang untuk memahami tujuan pengembangan global berkelanjutan atau 17 SDGs.

Berdasarkan empat arah mata angin, yaitu: north (utara), east (timur), south (selatan), dan west (barat), sustainability compass mengadopsi hal tersebut menjadi empat hal penting dalam pengembangan berkelanjutan. Yaitu: nature (alam), economy (ekonomi), society (lingkungan sosial), dan well-being (kesejahteraan).

Atas inovasi Bank Sampah Sahabat Alam bekerja sama dengan PT Pertamina Patra Niaga MOR I Terminal DPPU Minangkabau inilah, kata Ekho, menjadi cikal bakal lahirnya Kampung Apar Innovation Center (KAIC). "Kehadiran Kampung Apar Innovation Center ini merupakan pengembangan dari Bank Sampah Sahabat Alam. Tak hanya sekadar menggagas potensi energi terbarukan melainkan juga mengarah pada pemberdayaan masyarakat secara luas," ungkap Ekho.

Sementara Direktur Bank Sampah Sahabat Alam Rasmiwati menjelaskan Kampung Apar Innovation Center memiliki berbagai produk olahan langsung maupun produk turunan. Seperti aneka minuman Jahelo, aneka snack KAPA, pupuk organik cair, dan pupuk organik padat. Selain itu, dengan adanya minat masyarakat untuk pengembangbiakan maggot BSF.

"Kemudian kami memiliki green house melon. Bahkan melon yang dihasilkan telah dibuat produk turunannya. Seperti butter cookies kulit melon maupun es krim olahan melon," ungkapnya.

Ia juga menyebutkan kini Kampung Apar Innovation Center tengah mengembangkan teknologi Smart Farming. Teknologi ini dapat mengecek kondisi ph tanah dan mengairi secara otomatis tanaman tersebut menggunakan apikasi di telepon pintar dengan daya energinya terintegrasi melalui pemanfaatan pembangkit listrik tenaga surya berkapasitas 6,54 kWp.

"Kami telah menerima bantuan berupa satu paket sistem digitalisasi teknologi berupa pemberian 50 sensor arus eddy masing-masing polybag dan barcoding dalam greenhouse yang terintalasikan dengan satu set controller elektronik. Kemudian satu paket cloud databased dan mobile application," ungkapnya.

Ia mengatakan selain bantuan peralatan, juga ada pendampingan dari PT Pertamina Patra Niaga MOR 1 Terminal DPPU Minangkabau. "Para petani diedukasi melalui teknologi Smart Farming ini. Dengan harapan dapat menjadi terobosan dalam pengembangan pertanian di Desa Kampung Apar yang memiliki keterbatasan dalam pengairan yang selama ini mengandalkan sawah tadah hujan," tutur Rasmiwati.

Kemudian, tutur Cimi—panggilan akrab Rasmiwati, dengan adanya pelatihan ini, masyarakat Desa Kampung Apar menunjukkan komitmen dalam mengadopsi teknologi modern. "Ini guna meningkatkan hasil pertanian dan perekonomian lokal," harapnya seraya mengatakan pengenalan inovasi smart farming menjadi langkah awal yang menjanjikan dalam memajukan sektor pertanian dan mendukung kelangsungan hidup petani serta masyarakat desa.

Dalam aplikasi smart farming yang diterapkan terdapat berbagai variabel pemantauan tumbuh kembang tanaman. Faktor seperti kelembapan, suhu, cahaya, injeksi pupuk, jumlah buah, dan ukuran buah dapat dimonitor secara akurat.

Teknologi smart farming juga berfungsi sebagai kontrol untuk perlakuan dalam memelihara varietas unggul dari produk buah. "Salah satu keunggulan teknologi ini adalah kemampuannya mengatur laju pengairan secara otomatis. Hal ini menjadikan waktu penyiraman lebih efektif dan efisien, serta mendukung peningkatan produktivitas pertanian secara keseluruhan," jelasnya.

Capaian keberhasilan program pengolahan sampah yang dilakukan oleh Bank Sampah Sahabat Alam tidak terlepas dari peran pembina Ekho Kurniawan dan Direktur Rasmiwati. Tidak hanya itu, kepercayaan diri anggota Bank Sampah Sahabat Alam juga berperan penting dalam proses pengembangan Bank Sampah Sahabat Alam.

Dukungan pendanaan dan pendampingan kelembagaan oleh PT Pertamina Patra Niaga MOR I Terminal DPPU Minangkabau juga turut mendorong peningkatan yang sangat signifikan dalam pengembangan Bank Sampah Sahabat Alam hingga seperti saat ini. Namun, proses pengembangan senantiasa terus berlanjut dengan mengupayakan optimalisasi dan peningkatan kapasitas kewirausahaan anggota Bank Sampah Sahabat Alam guna meningkatkan omzet penjualan produk.

Pencapaian SDGs

Terpisah, Area Manager Communication, Relation & CSR Pertamina Patra Niaga Regional Sumatera Bagian Utara Susanto August Satria mengatakan pelaksanaan program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) Pertamina sejalan dengan penerapan Environment, Social & Governance (ESG) dan Sustainability Development Goals (SDGs) dengan semangat Energizing Community. Pertamina selalu berupaya seimbang dalam menjalankan bisnis perusahaan. Demi menjaga kesinambungan bisnis perusahaan, Pertamina juga berupaya mengembangkan program TJSL terutama di sekitar wilayah operasional perusahaan.

"Program Bank Sampah ini sudah memasuki tahun ketiga pembinaan sejak tahun 2021 dan merupakan salah satu bentuk komitmen Pertamina untuk mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya tujuan ke-11 yakni kota dan pemukiman yang berkelanjutan. Dengan adanya program ini, diharapkan akhirnya dapat membantu meningkatkan kualitas lingkungan dan tentunya juga pendapatan masyarakat melalui penjualan produk hasil olahan bank sampah," harap Susanto August Satria.

Ia juga mengatakan Kampung Apar Innovation Center merupakan representasi Desa Energi Berdikari yang menerapkan pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) dipadukan dengan kegiatan pemberdayaan masyarakat. Kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) ini juga melibatkan kelompok masyarakat dalam mengolah sampah organik, tabungan sampah anorganik serta turunan berupa pembuatan berbagai macam produk ekonomi kreatif.

"Kami melakukan kegiatan pengembangan masyarakat di Desa Kampung Apar. Kegiatan ini merupakan salah satu program CSR Pertamina bidang pemberdayaan masyarakat yang telah dilaksanakan berkelanjutan dalam waktu empat tahun berturut-turut," ucap Satria.

Terpisah, Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso mengatakan Desa Kampung Apar di Pariaman merupakan satu dari 52 titik lokasi Desa Energi Berdikari di seluruh wilayah Indonesia hingga akhir Juli 2023. Pertamina akan terus menambah jumlah desa penerima manfaat program tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL) Desa Energi Berdikari.

Selain Desa Kampung Apar, Pertamina melakukan instalasi Energi Terbarukan berupa Pembangkit Listrik Tenaga Surya dengan total 33.250 watt peak (WP) di empat lokasi baru lainnya. Yaitu Desa Kalijaran di Cilacap, Desa Wisata Danau Shuji di Muara Enim, Desa Tanjung Karang di Aceh Tamiang, dan Desa Pulau Semambu di Ogan Ilir.

"Tidak hanya membangun infrastruktur, Desa Energi Berdikari menggelar program pemberdayaan masyarakat. Lewat program ini, masyarakat diajak memanfaatkan sumber energi lokal agar akselerasi transisi energi merata hingga ke pelosok desa," sebutnya.

Program Desa Energi berdikari memberikan akses energi terbarukan sebagai solusi kebutuhan energi yang akan membuka jalan untuk kemandirian energi dan ekonomi masyarakat. "Melalui pemberian akses energi terbarukan kepada masyarakat, Pertamina dapat menyosialisasikan dan menghadirkan pengalaman transisi energi," ujarnya dalam siaran pers.

Dengan begitu, kata dia, masyarakat desa memahami pentingnya kehadiran energi untuk menggerakkan roda perekonomian.

"Sebagian besar energi terbarukan dari sinar matahari di lima desa untuk mendukung produksi pertanian dan perkebunan," tukas Fadjar.(ril)

Komentar