Memasuki tahun 2025, Indonesia merayakan 80 tahun kemerdekaan—momentum berharga untuk menghayati makna kemerdekaan sesungguhnya, bukan saja dari sisi politik tapi juga dalam hal kemandirian ekonomi yang inklusif dan berkeadilan. Dalam kompleksitas tantangan ekonomi global dan dinamika sosial, perbankan syariah muncul sebagai solusi _rahmatan lil alamin_—rahmat bagi seluruh alam dan umat manusia—yang menawarkan sistem keuangan transparan, adil, dan etis untuk semua kalangan masyarakat.
Perbankan syariah tidak hanya menjadi pilihan bagi umat Muslim saja, tapi terbuka bagi siapa pun yang menginginkan prinsip keuangan tanpa riba, gharar (ketidakpastian), dan maisir (spekulasi). Dengan landasan keadilan, kemitraan, dan transparansi, perbankan syariah memberikan akses yang bermartabat bagi pelaku usaha kecil, menengah, hingga korporasi besar, sekaligus memperkuat inklusi keuangan nasional.
Kehadiran Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) bersama Peraturan OJK Nomor 12 Tahun 2023 tentang Unit Usaha Syariah (UUS) menjadi tonggak penting dalam memperkokoh fondasi perbankan syariah Indonesia.
UU P2SK mempertegas kedudukan Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang sejajar dengan Dewan Komisaris dan Direksi, memastikan nilai-nilai syariah tertanam kuat dalam pengambilan kebijakan strategis perbankan. Selain itu, penguatan kelembagaan dilakukan lewat transformasi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) menjadi Bank Perekonomian Rakyat Syariah, yang memperluas ruang dan misi usahanya. Langkah penggabungan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dengan BPRS pun dilakukan guna meningkatkan efisiensi dan memperluas akses keuangan khususnya bagi sektor mikro dan UMKM.
Di sisi lain, POJK 12/2023 mengatur modal minimal Rp 1 triliun sebagai syarat izin dan kelangsungan operasi Unit Usaha Syariah, sekaligus menyiapkan proses spin-off (pemekaran) UUS dari induk bank konvensional secara bertahap. Kebijakan ini dirancang agar industri perbankan syariah semakin mandiri, tangguh, dan kompetitif di tengah lanskap keuangan yang makin kompleks.
Di Sumatera Barat, perbankan syariah tumbuh subur berkat nilai-nilai budaya _Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah_ yang menjadi ruh dan fondasi sosial masyarakat. UMKM syariah di sektor kuliner, kerajinan, dan fesyen muslim berkembang pesat, berkat pembiayaan yang adil, transparan, dan tanpa beban bunga, memperkuat modal serta mendorong keberlanjutan usaha.
Bank Nagari bersama Unit Usaha Syariahnya tampil sebagai pelopor dan motor penggerak ekonomi syariah daerah. Dengan jaringan luas sampai ke pelosok, mereka tidak hanya menyalurkan produk pembiayaan, tapi juga menggiatkan literasi keuangan syariah secara masif. Upaya ini membangun kepercayaan masyarakat sekaligus memperluas partisipasi dalam sistem keuangan yang sesuai prinsip keadilan dan keberkahan.
Menginjak usia kemerdekaan ke-80, Indonesia dan Sumatera Barat memiliki peluang besar menjadikan ekonomi syariah sebagai pilar kemandirian ekonomi nasional yang inklusif dan berkeadilan sosial. Keberhasilan ini membutuhkan sinergi seluruh pemangku kepentingan—pemerintah, regulator, bank, pelaku UMKM, dan masyarakat—berjalan bersama dalam memperkuat dan mengembangkan perbankan syariah.
Mari kita sepakati bahwa perbankan syariah bukan sekadar alternatif, tapi jalan utama untuk membangun bangsa yang sejahtera, adil, dan penuh berkah — wujud nyata dari spirit kemerdekaan 80 tahun Indonesia merdeka.
***
Komentar