Padang, Arunala -- Keberadaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) seharusnya menjadi penguatan terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Penegasan ini disampaikan Ketua Forum Jurnalis Keterbukaan Informasi Publik (FJKIP) Sumbar, Gusriyono yang menyikapi masih adanya rekan-rekan wartawan (Pers) yang belum memahami seutuhnya menyangkut keterbukaan informasi publik.
"Jurnalis harusnya paham dengan prinsip keterbukaan informasi publik dan harus ada secara berkala updating Pers terhadap UU 14 Tahun 2008 tersebut," ujar Gusriyono, kepada wartawan di Padang, Rabu (2/9).
Baca Juga
- DPRD Sumbar Membuat Perda Bagi Kemajuan Masyarakat dan Daerah
- DPRD Sumbar Membahas Empat Ranperda Terkait Pengembangan Ekonomi dan Tanah Ulayat
- RAPBD 2023 Berpihak Terhadap Masyarakat
- Genius Umar Minta PPNI Tingkatkan Profesionalisme Pelayanan Kepada Masyarakat
- Deputi Setwapres RI Kagumi Program Pemko Pariaman Dibawah Pimpinan Genius Umar
Setidaknya, lanjut Gusriyono, secara prinsip jurnalis harus khatam tentang mana saja informasi yang wajib dibuka oleh badan publik, dan apa saja informasi yang dikecualikan, di samping komponen lainnya dalam UU KIP.
"Kalau jurnalis sudah memahami secara detail informasi yang wajib dibuka dan dikecualikan itu, tentu tidak ada lagi jurnalis atau wartawan yangmemburangsangketika pejabat tidak mau memberikan informasi, yang mungkin saja termasuk informasi yang dikecualikan," paparnya.
Tidak hanya itu, imbuh dia, juga menghindarkan media dari salah kaprah mengartikan keterbukaan informasi. Seperti kasus yang terjadi di salah satu perguruan tinggi negeri (PTN) di Padang, dimana sebuah media minta predikat informatif dicabut dari universitas tersebut.
"Jika jurnalis atau media memahami predikat informatif tersebut tidak serta merta bisa dicabut tentu tidak ada permintaan dan pemberitaan yang demikian. Prosesur sebuah badan publik terbuka juga diatur oleh UU 14/2008 dan Perki 1/2010 tentang standar layanan informasi publik. Intinya tidak semua informasi itu terbuka, tapi setiap badan publik, pejabat yang program dan kegiatannya dibiayai APBN maupun APBD maka informasinya wajib dibuka," ungkapnya.
Salah satu cara untuk meningkatkan pemahaman jurnalis terkait keterbukaan informasi tersebut, tukasnya, melalui workshop dan studi tiru ke kota-kota yang informatif dan terbaik dalam pelayanan informasi, termasuk akses teknologinya.
"Hal ini yang kita minta kepada Komisi Informasi Sumbar sebagai mitra FJKIP untuk memfasilitasinya. Apalagi saat pandemi ini, pemahaman jurnalis tentang informasi yang harus dibuka dan dikecualikan tentu sangat penting sekali," tandasnya.
Sementara itu, Ketua KI Sumbar, Nofal Wiska mengatakan, penguatan FJKIP sebagai mitra Komisi Informasi Sumbar adalah salah satu program prioritas. Karena KI menyadari tugas memasifkan keterbukaan informasi merupakan bagian dari kerja jurnalis. Selama ini Komisi Informasi sangat terbantu dengan FJKIP.
"Saat ini anggaran workshop dan studi tiru FJKIP sudah dimasukkan dalam pengajuan APBD Perubahan, mudah-mudahan pemprov dan DPRD Sumbar menyetujui program ini," ungkap Nofal. (rel)
Komentar